Persyaratan Kepemilikan Modal Bagi Badan Usaha Penyelenggara Transportasi Di Bidang Penerbangan
Industri di bidang penerbangan, termasuk angkutan udara, sebagai bagian dari industri transportasi masal yang sangat efektif di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang sangat pesat. Oleh karenanya diperlukan perhatian penuh terhadap tata kelola industri penerbangan, terutama pembenahan dalam bidang keamanan dan keselamatan penerbangan. Masing-masing komponen dalam industri penerbangan, mulai dari menufaktur, maskapai angkutan udara, bandar udara, hingga Pemerintah, harus mengevaluasi diri demi menghindari peristiwa-peristiwa yang menciderai keamanan dan keselamatan penerbangan, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan.
Peningkatan standar keamanan dan keselamatan harus menjadi fokus utama maskapai angkutan udara dan bandar udara sebagai pihak yang bersinggungan langsung dengan penumpang dan bertanggung jawab penuh untuk memastikan proses transportasi penumpang dari satu tempat ke tempat lain berjalan dengan aman dan tanpa kecelakaan.
Pemerintah Republik Indonesia, melalui Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU 1/2009”), telah mengatur secara umum mengenai perizinan yang harus dilengkapi oleh badan usaha penyelenggara bandar udara, angkutan udara (baik kargo, tidak berjadwal, maupun berjadwal). Meskipun demikian, Pemerintah merasa perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai permodalan yang harus dimiliki oleh maskapai angkutan udara baik berjadwal, tidak berjadwal maupun kargo, dan juga bandar udara. Oleh karenanya, demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan transportasi, Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Perhubungan pada tanggal 24 Februari 2015 telah menerbitkan dan mengundangkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 45 tahun 2015 tentang Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha di Bidang Transportasi (“PM 45/2015”). Meskipun PM 45/2015 mencakup seluruh jenis moda transportasi (baik laut, darat dan udara), namun secara spesifik artikel ini hanya membahas mengenai persyaratan kepemilikan modal bagi badan usaha yang bergerak di bidang penerbangan.
PM 45/2015 mengatur bahwa setiap Badan Usaha yang bergerak di bidang transportasi harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis untuk memperoleh izin di bidang transportasi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah persyaratan kepemilikan modal dasar dan/atau modal disetor, yang merupakan modal minimal yang harus tersedia untuk kelangsungan usaha. Di dalam PM 45/2015, yang disebutkan sebagai izin di bidang penerbangan adalah meliputi:
- Izin Badan Usaha Angkutan Udara yaitu izin yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran;
- Izin Badan Usaha Bandar Udara yaitu izin yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan Bandar udara untuk pelayanan umum;
- Izin Regulated Agent yaitu izin yang diberikan kepada badan hukum Indonesia berupa agen kargo, freight forwarder atau bidang lainnya yang disertifikasi Menteri yang melakukan kegiatan bisnis dengan Badan Usaha Angkutan Udara atau perusahaan angkutan udara asing untuk melakukan pemeriksaan keamanan terhadap kargo dan pos yang ditangani atau diterima dari pengirim; dan
- izin Pengirim Pabrikan (Known Shipper/Known Consignor) yaitu izin yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang disertifikasi Menteri untuk melakukan pemeriksaan keamanan terhadap barang produksinya secara regular dan sejenis untuk dikirim melalui Badan Usaha Angkutan Udara atau perusahaan angkutan udara asing.
Terhadap Badan Usaha tersebut, modal disetor sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini harus tercantum dalam neraca awal yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Terdaftar.
Persyaratan kepemilikan modal bagi Badan Usaha Angkutan Udara sebagaimana dimaksud di atas diatur sebagai berikut:
a. angkutan udara berjadwal:
- memiliki modal disetor paling sedikit Rp. 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), untuk angkutan udara niaga berjadwal yang menggunakan tipe pesawat udara terbesar dan saling menunjang dengan kapasitas lebih dari 70 (tujuh puluh) tempat duduk; dan
- memiliki modal disetor paling sedikit Rp. 300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah), untuk angkutan udara niaga berjadwal yang menggunakan tipe pesawat udara terbesar dan saling menunjang dengan kapasitas kurang dari 70 (tujuh puluh) tempat duduk;
b. angkutan udara tidak berjadwal:
- memiliki modal disetor paling sedikit Rp. 300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah), untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal yang menggunakan tipe pesawat udara terbesar dan saling menunjang dengan kapasitas lebih dari 70 (tujuh puluh) tempat duduk; dan
- memiliki modal disetor paling sedikit Rp. 150.000.000.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah), untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal yang menggunakan tipe pesawat udara terbesar dan saling menunjang dengan kapasitas kurang dari 70 (tujuh puluh) tempat duduk;
c. angkutan udara niaga khusus kargo dengan menggunakan semua tipe pesawat udara yang saling menunjang, memiliki modal disetor paling sedikit Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
d. angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan sekolah penerbangan (flying school), memiliki modal disetor paling sedikit Rp. 75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah).
Sedangkan persyaratan kepemilikan modal bagi Badan Usaha Bandar Udara, Pemerintah menetapkan kepemilikan modal terdiri atas:
- modal disetor paling sedikit Rp. 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), untuk Bandar udara domestik; dan
- modal disetor paling sedikit Rp. 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), untuk bandar udara internasional.
Selanjutnya, untuk memperoleh izin Regulated Agent atau Pengirim Pabrikan (Known Shipper/Known Consignor), dipersyaratkan memiliki modal disetor paling sedikit Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah).
PM 45/2015 juga mengatur sanksi administratif bagi pihak yang melanggar ketentuan persyaratan kepemilikan modal berdasarkan PM 45/2015 tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu berupa peringatan pertulis, pembekuan izin atau pencabutan izin.
Masa Peralihan
- Badan Usaha yang sedang dalam proses mengajukan permohonan izin sebelum berlakunya PM 45/2015 ini, tetap diproses sampai dengan diterbitkannya izin dan harus menyesuaikan dengan ketentuan persyaratan kepemilikan modal berdasarkan PM 45/2015 ini.
- Badan Usaha yang telah memperoleh izin sebelum PM 45/2015 ini berlaku, harus menyesuaikan dengan ketentuan persyaratan kepemilikan modal berdasarkan PM 45/2015 ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak PM 45/2015 ini berlaku (yaitu 3 tahun terhitung tanggal 24 Februari 2015).
Oleh: Tamiza Saleh / Abraham Manggala
WIRIADINATA & SALEH