Artikel Berita 

Pemenuhan Kewajiban Kepemilikan Pesawat Melalui Mekanisme Inbreng

Persyaratan kewajiban kepemilikan dan penguasaan pesawat oleh badan angkutan udara niaga menjadi topik yang hangat untuk dibahas di lingkungan aviasi Indonesia belakangan ini dan sepertinya sampai beberapa bulan ke depan.

Untuk melengkapi apa yang telah dibahas oleh Bapak Yosua Saroinsong dan Ibu Enny Purnomo Widhya dalam newsletter MHU edisi April – Mei mengenai cara-cara untuk memenuhi persyaratan kewajiban pemilikan dan penguasaan pesawat berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan“) dan Surat Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor AU.003/1/8 Phb-2014 mengenai Kepemilikan Pesawat Udara tertanggal 23 Desember 2014 (“Surat Menteri“), dalam kesempatan ini perlu saya sampaikan bahwa saat ini Kementerian Perhubungan Republik Indonesia sedang melakukan penyusunan suatu Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kepemilikan Dan Penguasaan Pesawat Udara (“Draft Peraturan Dirjen“).

Menurut hemat saya, peraturan tersebut dibuat untuk menjembatani:

(i)        pengaturan persyaratan kepemilikan pesawat yang diatur dalam UU Penerbangan yang hanya mengatur bahwa pemenuhan persyaratan kepemilikan atas pesawat yaitu hanya atas pesawat yang diperoleh dari pembelian yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan (bill of sale), dan

(ii)    adanya potensi sengketa atas persyaratan kepemilikan pesawat yang  diatur berdasarkan Surat Menteri.

Dalam pembahasan Draft Peraturan Dirjen tersebut, seluruh airlines di Indonesia turut diundang untuk ikut serta dalam memberikan masukan. Berdasarkan Draft Peraturan Dirjen yang terakhir saya terima pada bulan April 2015 dijelaskan bahwa:

Kepemilikan pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat berupa :

  1. pembelian tunai (bill of sale);
  2. pembelian angsuran yang berupa perjanjian jual beli dengan garansi kepemilikan bill of sale (financial agreement with guarantee bill of sale);
  1. sewa menyewa pesawat dengan hak opsi untuk membeli (lease to purchased);
  2. hibah atau hadiah; atau
  3. keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dapat dilihat bahwa persyaratan di atas merupakan gabungan dan penyempurnaan dari persyaratan yang diatur dalam UU Penerbangan dan Surat Menteri. Namun demikian, perlu dicatat bahwa baik di UU Penerbangan, Surat Menteri, atau Draft Peraturan Dirjen tidak diatur mengenai kemungkinan kepemilikan berdasarkan mekanisme “inbreng” atau kepemilikan atas suatu barang berdasarkan setoran modal ke dalam suatu perseroan terbatas dalam bentuk lain selain uang sebagaimana yang diatur atau diakui berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT“).

 

Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan adalah dengan tidak diaturnya dalam UU Penerbangan, Surat Menteri, atau Draft Peraturan Dirjen (apabila nantinya menjadi hukum positif) apakah nantinya kepemilikan dengan cara inbreng tersebut tidak akan diakui oleh Kementerian Perhubungan sebagai pemenuhan kepemilikan pesawat?

Untuk menjawab hal tersebut, perlu saya jelaskan dasar hukum dari inbreng tersebut. Dalam UUPT, yaitu Pasal 34 ayat 1 menjelaskan sebagai berikut:

Pasal 34

(1) Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.

Penjelasan Pasal 34 Ayat (1):

Pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang. Namun, tidak ditutup kemungkinan

penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud,

yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima oleh Perseroan.

 

Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau

harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan

mengenai penyetoran tersebut.

Pasal 34 ayat 2 dan 3 mengatur lebih lanjut mengenai prosedur dan persyaratan dari inbreng, yaitu penentuan nilai yang wajar atas barang inbreng tersebut dan ketentuan pengumuman di surat kabar. Persyaratan lainnya, antara lain, penjelasan inbreng dalam anggaran dasar perseroan atau akta pendirian (untuk perseroan baru) dan penandatanganan akta inbreng, merupakan persyaratan lain yang wajib untuk dipenuhi.

Nantinya, proses akhir dari inbreng tersebut akan ditandai dengan adanya:

  1. (a) persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“MenKumHam“): untuk pendirian perseroan baru atau untuk perseroan yang telah ada, apabila menyebabkan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan Pasal 21 ayat 2 UUPT, atau

 

(b) Penerimaan pemberitahuan dari MenKumHam atas perubahan anggaran dasar perseroan: apabila inbreng tersebut mengakibatkan perubahan anggaran dasar selain dari hal-hal yang dijelaskan dalam Pasal 21 ayat 2 UUPT; dan

 

  1. Bill of Sale yang merupakan bukti kepemilikan atas suatu pesawat yang dibuat untuk memenuhi kelengkapan dokumen kepemilikan pesawat.
  2. Di dalam bill of sale tersebut wajib merefleksikan mekanisme perpindahan kepemilikan pesawat atas dasar inbreng.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa walaupun mekanisme inbreng tidak diatur sebagai salah satu cara pemenuhan persyaratan kepemilikan pesawat berdasarkan UU Penerbangan, Surat Menteri, atau Draft Peraturan Dirjen (apabila nantinya menjadi hukum positif), kepemilikan pesawat berdasarkan mekanisme inbreng tersebut tetap wajib diakui oleh Kementerian Perhubungan karena mekanisme inbreng tersebut dilaksanakan berdasarkan UUPT yang dimana merupakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan merupakan peraturan yang setingkat dengan UU Penerbangan.

Namun demikian, untuk menghindari terjadinya perdebatan yang tidak perlu dikemudian hari, ada baiknya apabila MHU dapat mengajukan diri kepada Kementerian Perhubungan untuk sekiranya dapat diikutsertakan dalam pembahasan Draft Peraturan Dirjen sehingga nantinya dapat mengusulkan mekanismeinbreng ini untuk dijadikan sebagai salah satu mekanisme yang diakui oleh Kementerian Perhubungan. Dengan keikutsertaan tersebut, MHU nantinya dapat diakui oleh Kementerian Perhubungan sebagai salah satu organisasi yang berkaitan dengan hukum udara yang juga ikut berkontribusi bagi masyarakat Indonesia.

——

Oleh Hendra Ong, S.H., LL.M.
Divisi Penelitian MHU/Senior Associate Hanafiah Ponggawa & Partners

Related posts